Menambah rasa cinta belajar dengan cara bebas memilih guru pengajar sendiri -- Bagaimana jika anda sebagai siswa memiliki kebebasan untuk menentukan siapa pengajar yang cocok dan pas dengan anda? mungkin beberapa siswa memang senang karena bisa menyocokkan diri dengan kepribadian mereka atau bahkan cara berpikir mereka. Kesenangan dengan belajar dapat lebih meningkat karena faktor ini, SMAN 3 Makassar adalah sekolah menengah atas yang menerapkan ide pembelajaran ini,
Guru bisa menawarkan dirinya sendiri dengan cara menyenangkan dan mengedukasi tentunya, pendidikan yang didasari rasa suka dan senang pasti dapat memudahkan cara transfer ilmunya. Bayangkan saja jika pelajaran susah dan diajari dengan guru killer, mereka belum belajar saja sudah takut duluan dengan sang pengajar.
Namun yang perlu dikaji ulang adalah sistem pendidikan yang seperti ini tidak pas apabila diterapkan pada jenjang pendidikan dasar awal seperti SD sampai SMP, mereka butuh satu sosok yang tepat untuk mendampingi mereka dalam belajar, bukan dipilih sendiri seperti yang diterapkan SMAN 3 Makassar ini.
Menambah rasa cinta belajar dengan cara bebas memilih guru sediri adalah gebrakan awal yang bisa dicontoh oleh sekolah menengah atas manapun, namun harus diingat bahwa ini bukan semena-mena bisa memilih guru yang bisa diajak kongkalikong alias bisa diajak kerja sama untuk berleyeh-leyeh dari tugas dan pelajaran. Gurunya juga harus pilihan dan memiliki kredibilitas yang kuat.
Selanjutnya, agar rasa cinta belajar semakin besar, kita sebagai pendamping entah itu guru atau bahkan orang tua harus bisa memposisikan diri kita bila menjadi siswa, jangan pernah memaksakan kehendak dengan terlalu keras, ketahui keinginan dan kemampuan anak agar anak bisa memiliki rasa percaya diri dari segi akademis atau non akademis.
Pernahkah anda juga berpikir bila kerja keras mereka belajar selama bertahun-tahun hanya ditentukan dengan tiga atau empat hari Ujian Nasional? adil atau tidak itu adalah presepsi orang yang pasti berbeda, namun kemampuan non akademis juga harusnya lebih dipertimbangkan lagi apalagi bagi siswa yang tidak kuat mental dan pemahamannya dalam kemampuan akademis. Mereka punya kelebihan dan kekurangan masing-masing, jadi perlakuannya juga tidak harus sama,mungkin saja kita hanya perlu melakukan pendekatan secara emosional agar bisa mengasah potensi diri dalam setiap anak.
Guru bisa menawarkan dirinya sendiri dengan cara menyenangkan dan mengedukasi tentunya, pendidikan yang didasari rasa suka dan senang pasti dapat memudahkan cara transfer ilmunya. Bayangkan saja jika pelajaran susah dan diajari dengan guru killer, mereka belum belajar saja sudah takut duluan dengan sang pengajar.
Namun yang perlu dikaji ulang adalah sistem pendidikan yang seperti ini tidak pas apabila diterapkan pada jenjang pendidikan dasar awal seperti SD sampai SMP, mereka butuh satu sosok yang tepat untuk mendampingi mereka dalam belajar, bukan dipilih sendiri seperti yang diterapkan SMAN 3 Makassar ini.
Menambah rasa cinta belajar dengan cara bebas memilih guru sediri adalah gebrakan awal yang bisa dicontoh oleh sekolah menengah atas manapun, namun harus diingat bahwa ini bukan semena-mena bisa memilih guru yang bisa diajak kongkalikong alias bisa diajak kerja sama untuk berleyeh-leyeh dari tugas dan pelajaran. Gurunya juga harus pilihan dan memiliki kredibilitas yang kuat.
Selanjutnya, agar rasa cinta belajar semakin besar, kita sebagai pendamping entah itu guru atau bahkan orang tua harus bisa memposisikan diri kita bila menjadi siswa, jangan pernah memaksakan kehendak dengan terlalu keras, ketahui keinginan dan kemampuan anak agar anak bisa memiliki rasa percaya diri dari segi akademis atau non akademis.
Pernahkah anda juga berpikir bila kerja keras mereka belajar selama bertahun-tahun hanya ditentukan dengan tiga atau empat hari Ujian Nasional? adil atau tidak itu adalah presepsi orang yang pasti berbeda, namun kemampuan non akademis juga harusnya lebih dipertimbangkan lagi apalagi bagi siswa yang tidak kuat mental dan pemahamannya dalam kemampuan akademis. Mereka punya kelebihan dan kekurangan masing-masing, jadi perlakuannya juga tidak harus sama,mungkin saja kita hanya perlu melakukan pendekatan secara emosional agar bisa mengasah potensi diri dalam setiap anak.