UGM alokasikan dana sebesar Rp200 miliar untuk beasiswa per tahun - Sebagai Universitas tertua dan menjadi salah satu tujuan perguruan tinggi bagi para pelajar pelosok negeri, Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta yang juga dikenal dengan kampus kerakyatan dan lebih mengutakaman pengabdian kepada masyarakat memanglah memiliki standart pendidikan yang cukup tinggi.
Dwikorita Karnawati, Rektor UGM Yogyakarta mengungkapkan bahwa sebagian besar mahasiswanya berasal dari daerah. Kabupaten/kota, bahkan desa pun menjadikan UGM sebagai tempat menempuh pendidikan tinggi terfavorit. Minat mahaasiswa dari berbagai daerah kecil di seluruh Indonesia sangatlah besar untuk bisa mendapatkan pendidikan di UGM Yogyakarta.
"Sebagian besar mahasiswa kami berasal dari daerah, bukan kota besar. Mereka dari desa-desa yang setiap tahun ke tahun selalu bervariasi dari sekira 65% hingga 72%," ungkatnya, dikutip dari Okezone.com.
Tidak semua mahasiswa dari UGM yang memiliki perekonomian yang beruntung . Dwikoraita menyebutkan bahwa sekitar 32 persen mahasiswa UGM berasa dari keluarga yang kurang beruntung. Maka dari itu kampus ini selalu berusaha memberikan dan mencarikan beasiswa untuk para mahasiswanya karena moto dari kampus adalah pemimpin peradaban bangsa, pihak kampus juga selalu mendorong mahasiswanya untuk mencari sendiri beasiswa-beasiswa lain yang bisa membantu biaya kuliah mereka.
Dia juga menyatakan bahwa kurang baik jika membandingkan UGM dengan kampus-kampus ternama dan maju didunia karena dari segi pendanaan saja sudah berbeda, kampus-kampus ternama dan maju di dunia memiliki dana yang cukup besar. Termasuk membandingkan UGM dengan kampus-kampus swasta yang berada di Indonesia yang juga memiliki pendanaa yang lebih besar dari UGM.
"Bukan pada tempatnya kita mencari sumber penghasilan dari mahasiswa. Justru bagaimana kita menyediakan beasiswa untuk mahasiswa. UGM rata-rata alokasikan beasiswa untuk mahasiswa sebesar Rp200 miliar per tahun," ungkapnya.
Dwikorita juga mengatakan bahwa bukan hal mudah mencari sumber pendanaan termasuk dari Pemerintah, karena pemerintah menyumbang dana sebesar 35 persen, untuk sisa pendanaan sebesar 65 persen pihak kampus harus mengusahakan sendiri.
"Dari 65% itu, uang dari mahasiswa 30%, sisanya kita cari sumber pendanaan dari pihak lain. Kita tidak bisa hidup dengan mengandalkan uang mahasiswa, sehingga tidak apple to apple membandingkan UGM dengan universitas maju," jelasnya.
Dia menjelaskan bahwa kampus-kampus maju di seluruh dunia adalah kampus yang memiliki sumber dana yang besar dari masyarakat dan berkat dukungan penuh dari pemerintah.
Baca juga Peran PTS dalam pemerataan pendidikan tinggi
"Jadi universitas kelas dunia yang ada saat ini kalau bukan swasta yang memang mendapat dana dari masyarakat yang kaya, ya sepenuhnya dibantu pemerintah. Kita tidak bisa menjalankan universitas dengan menjual SPP, menjual kursi, tidak bisa seperti itu," katanya.
Maka dari itu UGM tidak pernah ingin disandingkan atau diberi ranking dunia, karena itu bukan tujuan. Seperti yang dikatakan Dwikorita berikut "Kita tidak ingin mengobarkan kerakyatan dan pengabdian demi ranking. Tapi kita tetap meningkatkan jumlah jurnal kita, bukan berarti terus enggak tulis jurnal, tetap harus menulis jurnal,".