Pemerintah Tak Perlu Ikut Produksi Buku Sekolah. Hal itu yang disampaikan oleh Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) kepada Pemerintah dalam hal ini adalah Kemendikbud, untuk tidak perlu ikut memproduksi buku untuk anak-anak sekolah sendiri, karena ditakutkan hal tersebut akan mematikan para pengusaha buku ataupun toko-toko buku di seluruh Indonesia. Selama ini kita tentunya tahu bahwa ada banyak beberapa perusahaan yang telah memproduksi buku-buku sekolah. Harapan mereka pemerintah hanya perlu meregulasi, menilai dan mengawasinya saja.
Dunia perbukuan di Indonesia. Kita tentunya masih teringat akan kejadian beberapa tahun yang lalu, yaitu banyak anak-anak dan masyarakat di Indonesia yang mengeluhkan mereka tidak bisa belajar maksimal karena tidak mampu untuk membeli buku, karena sekolah menyarankan untuk membeli buku dari luar. Harga buku yang disarankan oleh sekolah tersebut jika ditotal harganya lumayan cukup besar dan hal tersebut menambah biaya sekolah mereka. Tambahan biaya untuk beli buku yang besar tersebut juga membuat sebagian para wali murid merasa terbebani.
Karena itulah, dalam kurikulum 2013 (K13) yang sekarang ini, anak-anak didik di sekolah diharuskan menggunakan buku paket yang dikeluarkan langsung oleh Kemendikbud. Semua sekolah diberikan buku K13 ini, dan para guru wajib untuk menggunakannya sebagai sarana pembelajaran kepada peserta didiknya. Harapannya semua peserta didik bisa memiliki buku untuk belajar dan buku tersebut tidak diperjual belikan.
Namun, di sisi lain ternyata ada sebagaian pihak yang mendapatkan efek kurang baik, yaitu para pengusaha buku dan toko buku- toko buku diseluruh wilayah Indonesia. Karena selama ini pendapatan terbanyak mereka adalah dari penjualan buku pelajaran sekolah. Kemudian untuk melindungi para pengusaha buku tersebut, Ikapi mengharapkan kepada pemerintah supaya tidak memproduksi buku-buku sekolah sendiri.
Menurut Wakil Ketua Ikapi I Polmas Sihombing, Kemendikbud tidak perlu ikut produksi buku sekolah yang digunakan untuk bahan pembelajaran sendiri, karena hal tersebut dapat membuat pihak usaha buku menjadi terganggu. "Pemerintah cukup menjadi regulator, penilai maupun pengawas," Kata Polmas di kantor salah satu media online republika, Rabu (15/6).
Ketu Ikapi Hikmat Kurnia juga menambahakan, upaya tersebut memang perlu diterapkan supaya bisa membantu memutus mata rantai dalam dunia membaca dan perbukuan. Artinya, hal tersebut juga membantu agar toko-toko buku mampu hidup kembali. Saat ini toko buku terutama yang berskala kecil sudah banyak yang hampir mati akibat omzetnya yang menurun drastis.
" Jadi Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) Kemendikbud hanya perlu fokus pada peniliaan buku yang pantas untuk digunakan di sekolah atau tidaknya. Itu sudah 100%, belum menilainya? Yang menilainya juga harus berkapabilitas dan berkompetensi yang cukup. Kalau perlu ada ahlinya," Kata Hikmat.
Selama ini, Buku yang berkaitan dengan pelajaran sekolah (bahan ajar) tidak dibeli langsung di toko buku, melainkan sekolah langsung memesannya kepada penerbitnya.